DI negeri ini dalam lima tahun terakhir terjadi gonjang-ganjing oleh berbagai isu politik yang membuat masyarakat terbelah dalam koalisi yang berbeda. Perbedaan dukungan dan pilihan politik sejak Pemilu 2014 sampai saat pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden untuk Pemilu 2019 masih kentara antara dua kelompok sebagai bentuk dukungan kepada masing-masing kubu koalisi atas dasar pertimbangan yang diyakini oleh kedua kelompok tersebut.
Terdapat dua koalisi besar yang terbentuk mulai dari Pilpres 2014, pilkada, dan Pilpres 2019. Pertama, koalisi yang mendukung Presiden Joko Widodo beserta pemerintahannya dan kelompok yang kalah dalam Pilpres 2014 dan mempersiapkan pencalonan presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2019.
Terlepas dari konflik, baik offline maupun online selama ini, penulis percaya bahwa kedua kubu tersebut masih berpikir lebih logis dan mengutamakan kepentingan bangsa dibandingkan dengan kepentingan politik praktis demi meraih kekuasaan semata.
Sebagian masyarakat saat ini mungkin masih diam dan hanya melihat apa yang terjadi pada kedua kelompok tersebut karena mungkin mereka harus mulai menyuarakan sebagai kekuatan silent majority untuk mengembalikan kedua kelompok tersebut ke arah tujuan utama bangsa ini didirikan pada 1945. Bukankah Indonesia dibangun berdasarkan nilai-nilai kebudiluhuran, baik nilai-nilai agama, sosial, maupun budaya? Bahkan nilai-nilai kebudiluhuran telah menjadi fondasi bangsa dan negara ini sejak merdeka.
Jika berhasil membangun manusia yang berbudi luhur, maka negeri ini akan mempunyai warga negara yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Yaitu sabar mensyukuri (sabar narima), cinta kasih (welas asih), suka menolong (seneng tetulung mring sapadha), jujur (temen), tanggung jawab, rendah hati, toleransi, kerja sama, dan sopan santun.